Membaca tapi Mendengar : Audio Book Jadi Salah Satu Ide Menarik untuk Menyelami Buku Dalam Kesibukan

 


Jujur saja, sejak pertama kali mendengar istilah audiobook di tahun 2020, saya tak tertarik sama sekali.

Membaca seharusnya sunyi, senyap, namun sibuk dalam pikiran. Itu yang saya pikirkan saat itu. Toh media seperti buku dan ebook banyak bertebaran. Jika memang ingin membaca, bukankah seharusnya menyisihkan waktu untuk membuka buku?

Namun ternyata saya harus menjilat air ludah sendiri. Baru-baru ini saya sangat ingin membaca sebuah buku, apapun itu, namun tak ada waktu karena harus bergumul dengan berbagai pekerjaan yang dikerjakan dengan tangan. Membuka buku? Bagaimana bisa. Bahkan jika saya memiliki empat tangan, saya akan kesulitan membagi pandangan antara buku dan stok produk yang sedang saya buat.

Ingin memenuhi otak saya dengan berbagai informasi yang bisa didapat lewat mendengar, akhirnya saya mencari podcast yang mungkin menarik. Tapi sayangnya lagi-lagi belum memenuhi keinginan saya kala itu, dan akhirnya teringat akan audiobook. Saya tidak tahu apakah spotify adalah platform yang legal untuk audiobook (karena setau saya audiobook itu kebanyakan berbayar) namun saya menemukan satu buku yang sudah lama masuk TBR dan terselip di sana.

The Little Prince.

Yang saya tahu, buku ini tak kalah tipisnya dengan Animal Farm. Jadi seharusnya saya bisa mendengarnya dengan singkat dan mudah. Terlebih kalimat pada buku ini terbilang sederhana (hasil dari membaca beberapa review) jadi saya putuskan untuk mendengarkannya sambil terus sibuk dengan pekerjaan di tangan.

Awalnya terasa aneh. Suara seorang laki-laki (mungkin bapak-bapak?) sedang membacakan buku per episode. Cara membacanya pun tak seperti saya yang terbiasa membaca cepat. Ini lebih seperti membacakan dongeng anak sebelum tidur. Lambat, pelan, namun penuh irama.

Menariknya, semakin lama saya mendengarkan, saya merasa semakin tertarik pada ceritanya. Tenggelam pada buku yang sedang saya baca dengar, sambil terus berjibaku menyelesaikan stok yang harus cepat diselesaikan.

Dan ya, meski saya butuh 2 hari untuk menyelesaikan bukunya, saya paham dan merasa nyaman-nyaman saja dengan audiobook. Rasanya tak jauh berbeda dengan membaca lewat buku atau ebook. Saya paham apa isinya, bahkan terkesan seperti memiliki seorang teman yang diajak membaca.

Terakhir, sepertinya saya akan kembali mencoba audiobook. Tentunya saya harus mencari tahu dulu seperti apa audiobook yang legal (spotify memang legal, tapi saya tak tahu dengan audiobook di sana, apakah penulisnya juga mendapat royalti?) agar tak merasa berdosa saat membacanya.

Oh ya, The Little Prince memang sejak awal sudah masuk list pembelian buku saya. Jadi tentunya akan tetap saya beli untuk jadi koleksi.

Kamu yang sibuk, mungkin bisa ikut mencoba audiobook. Rasanya tak jauh beda dari mendengarkan podcast.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar